Permainan
Tradisional
Permainan tradisional menurut James Danandjaja
(1987) adalah salah satu bentuk yang berupa permainan anak-anak, yang beredar
secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan
diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Sifat atau cirri dari
permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya,
siapa penciptanya dan darimana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut
dan adang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama.
Jika dilihat dariakar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan
yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi
terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat
kegembiraan.
Menurut Atik Soepandi, Skar dkk. (1985-1986),
permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat
ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional adalah
segala sesuatu yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari
orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala
perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariska secara turun
temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.
Permainan tradisional ini bisa dikategorikan dalam
tiga golongan, yaitu : permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk
bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif. Permainan
tradisional yang bersifat rekreatif pada umumnya dilakukan untuk mengisi waktu
luang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri-ciri :
terorganisir, bersifat kompetitif, diainkan oleh paling sedikit 2 orang,
mempunyai criteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah, serta
mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan perainan
tradisional yag bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya.
Melalui permainan seperti ini anak-anak diperkenalkan dengan berbagai macam
ketrampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka perlukan dalam menghadapi
kehidupan sebagai anggota masyarakat. Berbagai jenis dan bentuk permainan pasti
terkandung unsur pendidikannya. Inilah salah satu bentuk pendidikan yang
bersifat non-formal di dalam masyarakat. Permainan jenis ini menjadi alat
sosialisasi untuk anak-anak agar mereka dapat menyesuaikan diri sebagai anggota
kelompok sosialnya.
Macam-Macam
Permainan Tradisional dan Manfaatnya
Banyak sekali macam-macam permainan tradisional di
Indonesia, hampir di seluruh daerah-daerah telah mengenalnya bahkan pernah
mengalami masa-masa bermain permainan tradisional ketika kecil. Permainan
tradisional perlu dikembangkan lagi karena mengandung banyak unsur manfaat dan
persiapan bagi anak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Beberapa contoh
permainan tradisional akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut :
1. Engklek
Siapa yang tidak kenal dan tidak tahu
engklek ? Permainan sangat mudah dan sangat menarik untuk dimainkan yang hanya
membutuhkan garis kotak-kotak atau gambar sebagai medianya dan dapat dibuat di
atas tanah maupun halaman depan rumah atau halaman sekolah. Engklek
mengkombinasikan kecepatan melempar pecahan genteng (disebut gacok) ke dalam
kotak-kotak dan kemampuan menjaga keseimbangan, karena saat melewati
kotak-kotak yang telah dibuat, setiap pemain harus melompat-lompat dengan satu
kaki diangkat, dan tidak boleh menyentuh garis.
2. Bekelan
Bekelan mengadu kecepatan menangkap bola
dan mengatur bekel. Termasuk melatih kemampuan motorik anak. Setiap kali pemain
melemparkan bola ke atas hingga memantul di lantai, sebelum bola ditangkapnya
kembali, ia harus mengambil dan mengatur bekel yang lain sesuai dengan urutan
permainan. Dan jangan sampai bola terjatuh.
3. Gatheng
Hampir sama dengan permainan bekel yaitu
mengadu kecepatan dalam melatih kemampuan motorik anak. Selain itu juga melatih
kemampuan berhitung anak. Bedanya, gatheng menggunakan lima batu kecil dalam
permainannya. Gatheng dapat dimainkan minimal dua orang anak. Sebelum permainan
gatheng dimulai, harus ada kesepakatan antar pemain untuk menentukan jumlah
yang harus dicapai. Setiap kali satu batu dilempar ke atas, anak harus
mengambil batu yang lain secara cepat dan sesuai aturan permainan sebelum batu
yang dilempar ditangkapnya kembali. Jangan sampai batu yang dilempar terjatuh.
Setelah itu semua batu dilempar ke atas dan ditangkap dengan tangan terbalik ke
bawah, kemudian dilempar lagi dan ditangkap lagi dengan tangan terbuka (sering
disebut “teplek”). Lalu dihitung berapa jumlah batu yang tertangkap.
Diulang-ulang dan dijumlahkan hingga jumlahnya mencapai target jumlah yang
telah ditentukan di awal permainan.
4. Jamuran
Jamuran berasal dari kata jamur karena
dalam permainan ini berbentuk lingkaran dengan satu anak yang “jadi” ada di
tengah titik pusat lingkaran. Jamuran biasa dimainkan lebih dari tiga orang
anak. Jamuran termasuk dalam kategori permainan rekreatif karena sebenarnya
jamuran merupakan sarana bernyayi dan bergembira bersama. mereka bergerak
sambil bernyanyi :
Syair jamuran adalah :
Jamuran ya ge ge thok
Jamur apa ya ge ge thok
Jamur gajih mberjijih sa ara ara
Sira badhe jamur apa?
Bermacam-macam jawaban jamuran tempo dulu:
·
Jamur gagak
: anak berlari sambil
merentangkan tangan sambil mengucap nama anak yang dikejar, jika hampir
tertangkap segera jongkok agar tidak “jadi”.
·
Jamur
parut :
mempersiapkan telapak kaki untuk digelitiki, pemain yang kelihatan giginya
“jadi”.
Jawaban yang lain adalah jamur kethek
menek, jamur kendi bocor, jamur lilin, jamur bunga, jamur kulkas, jamur kursi,
jamur payung, dan sebagainya.
5. Cinciripit
(petak umpet)
Cinciripit atau petak umpet minimal
dimainkan oleh tiga orang anak. Seorang yang terpilih dengan undian
“cinciripit” akan berjaga dan menutup matanya, dan peserta lain bersembunyi.
Setelah itu yang berjaga mencari peserta lain, siapa yang paling awal ditemukan
akan berganti jaga dan bertugas mencari. Dalam bermain petak umpet diperlukan
kejujuran dalam permainannya.
6. Gapyak
atau Bakiak
Gapyak atau bakiak mengadu keseimbangan
dan kekompakan tim, dan termasuk permainan yang kompetitif. Setiap kelompok
biasanya terdiri dari tiga orang anak mengenakan sandal tandem yang terbuat
dari kayu. Pemenangnya adalah kelompok yang tidak terjatuh dan tercepat
mencapai garis finish.
7. Dakon
Dakon dimainkan oleh dua orang anak
dengan membagikan biji dakon ke dalam lubang-lubang dakon secara bergiliran.
Pemain yang mendapatkan biji dakon terbanyak saat biji dakon habis dinyatakan
sebagai pemenang. Dengan bermain dakon, aspek emosional dan kemampuan motorik
anak dapat terlatih. Juga terdapat unsur kejujuran dalam permainannya.
8. Benthik
Permainan benthik ini membutuhkan alat
berupa dua patahan ranting panjang dan pendek. Ranting panjang sebagai pemukul.
Pada intinya, benthik memperagakan ketrampilan memainkan ranting kecil dengan
memukul dan mengarahkan agar tidak tertangkap oleh lawan.
Setiap permainan tradisional di atas tentunya
mempunyai kelebihan serta manfaat masing-masing. Namun secara umum,
permainan-permainan tradisional memberikan manfaat yang luar biasa pada
perkembangan anak. Seperti dapat melatih kemampuan motorik anak, kejujuran,
kerjasama, kekompakan, ketrampilan, ketangkasan, keseimbangan, dan sikap,
serta dapat melatih jiwa kesosialan anak dalam menghadapi kehidupan
bermasyarakat. Permainan tradisional juga memberikan pembelajaran kepada anak
mengenai pentingnya menjaga lingkungan, menghormati sesama, hingga cinta kepada
Tuhan.
Permainan
Tradisional Sebagai Media Pembelajaran
Permainan “gatheng” sebagai media pembelajaran
penjumlahan matematika.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas
kadang terasa monoton hingga menyebabkan siswa merasa jenuh. Untuk menghindari
kejenuhan siswa maka dapat diselipkan permainan tradisional dalam pembelajaran
tersebut. Cotohnya dalam pembelajaran penjumlahan matematika dapat diselipkan
permainan “gatheng”. Dengan permainan “gatheng” kemampuan motorik dan kemampuan
berhitung anak dapat terlatih, dan juga terdapat unsur sportifitas dan
kesenangan dalam permainan tersebut.
Dengan menentukan jumlah yang ditargetkan dalam
permainan “gatheng”, maka siswa dapat melatih ingatan dan melatih kemampuan
berhitungnya. Misalnya jumlah yang ditargetkan adalah 50. Maka setiap pemain
melakukan “teplek”, dihitung berapa jumlah batu yang bisa ditangkapnya yang
kemudian ditambahkan dengan jumlah “teplekan” selanjutnya, dilakukan secara
berulang-ulang hingga jumlahnya mencapai target yang telah ditentukan. Berarti
mereka harus mengingat jumlah yang telah mereka peroleh dan harus menjumahkan
hasil “teplekan” yang telah mereka peroleh dengan hasil “teplekan”
selanjutnya. Dengan demikian permainan tradisional dapat dijadikan sebagai
media pembelajaran.
Permainan engklek sebagai media pembelajaran bahasa
inggris.
Dengan menggunakan permainan tradisional engklek
sebagai media pembelajaran bahasa inggris, guru dapat mengajarkan kosa kata (vocabulary)
sesuai materi yag telah dipelajari. Dengan permainan engklek ini, dapat melatih
hafalan, membaca (reading), menyebutkan kata (spelling), dan juga mendengarkan
(listening).
Yaitu dengan cara dengan menuliskan atau meletakkan
kata dalam bahasa inggris (words) di dalam kotak-kotak yang ada dalam permainan
engklek tersebut. Kemudian setiap anak yang bermain mengucapkan kata-kata yang
ada dalam setiap kotak engklek tersebut. Dengan kata lain, pada saat permainan
berlangsung pemain harus menyebutkan kata yang ada di dalam kotak pada saat
melompat sampai selesai. Dengan begitu pemain akan terus mengucapkan kata dan
secara tidak langsung akan mengingat dan bahkan hafal dengan cara penulisannya.
sedangkan pemain lainnya secara tidak langsung akan terus mendengar kata yang
diucapkan oleh pemain yang sedang main. Itulah contoh penerapan permainan
tradisional dalam pembelajaran bahasa inggris.