TANTANGAN DAN HARAPAN
KURIKULUM 2013
BAB I PENDAHULUAN
Pemerintah dengan persetujuan DPR
akan melaksanakan Kurikulum 2013 pada Juli mendatang. Pelaksanaan kurikulum
baru oleh pemerintah dipandang sebagai keharusan yang mendesak, walaupun jika ditilik dari segi
persiapan masih belum sempurna bahkan dapat dikatakan mengkhawatirkan.
Menurut Bapak Mendikbud,
jika pelaksanaan Kurikulum 2013 ditunda maka taruhannya adalah masa
depan generasi bangsa. Ditambahkan bahwa salah satu alasan pentingnya Kurikulum 2013 adalah
bahwa generasi muda Indonesia perlu disiapkan
dalam kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Pendekatan sain dalam
Kurikulum 2013 akan diberlakukan kepada semua mata pelajaran untuk semua
jenjang. Sebagian nara sumber (bahkan pucuk pimpinan) menterjemahkannya
pendekatan sain sebagai discovery
method atau metode penemuan.
Maka salah satu persiapan yang dilakukan beberapa departemen terkait adalah
menyiapkan pedoman pelaksanaan Kurikulum 2013 dengan menelaah dan mengaji
secara mendalam dan panjang lebar aspek penerapan metode sain. Salah satu
wujud yang tampak nyata penerapan metode sains muncul pada pedoman pengembangan
RPP, yaitu sebagai EEK (Elaborasi, Eksplorasi dan Konfirmasi) yang harus muncul
pada setiap kegiatan pembelajaran. Pertanyaan kemudian muncul, secara
psikologis atau bahkan secara filosofis apakah benar bahwa EEK dapat diterapkan
untuk semua disiplin ilmu (termasuk ilmu-ilmu humaniora)?
Persoalan lain muncul
dari digunakannya pendekatan tematik dan integrative. Walaupun pendekatan pendekatan
tematik dan integratif, dalam sejarah kependidikan di Indonesia bukanlah hal baru, tetapi dalam
implementasinya masih menjadi kendala besar. Tiga puluh tahun terakhir tidak pernah
muncul wacana pembelajaran tematik dan integratif, sehingga hal demikian
sebetulnya masih menjadi hal yang baru atau asing bagi sebahagian besar
guru-guru. Tidaklah mudah mengubah praktek pembelajaran dari suatu kebiasaan
lama ke hal baru apalagi beserta mind set nya. Diperlukan waktu yang cukup lama
dan perlu dilakukan secara masal atau menjadi gerakan masal (membudayakan)
dengan multi pendekatan agar para guru mampu melaksanakan pendekatan tematik
dan integratif dalam pembelajaran. Hal ini juga salah satu yang sepertinya
diabaikan oleh pemerintah dalam rencana implementasi Kurikulum 2013.
Sehingga sebagian ahli berpendapat bahwa gagasan
tematik dan integratif tidak dirancang untuk pembaruan model pembelajaran siswa
aktif (active learning) yang menyeluruh bagi semua mata pelajaran di setiap
jenjang persekolahan seperti
dikehendaki UU.
Sebahagian pengamat juga
menyangsikan klaim pemerintah bahwa penerapan Kurikulum 2013 akan menimbulkan
efek kualitatif yang signifikan bagi kemajuan bangsa. Mereka berpendapat hal demikian
karena masih terdapat berbagai kerancuan kompetensi inti dan dasar dengan materi
dibiarkan kabur, dan kurikulum dilaksanakan sebelum matang. Sementara dalam sistem
kepemerintahan dan kependidikan yang ada, kedudukan Kurikulum 2013 masih
bermasalah jika dikaitkan dengan fondasi, visi, substansi, psikologis dan filosofisnya. Hal
demikian menyebabkan pada rentannya atau ketidakjelasan dari arah pendidikan
bangsa Indonesia ke depan menjadi tidak jelas.
Dari sisi persiapan yang
dilakukan oleh pemerintah untuk implementasi Kurikulum 2013, dianggap tidak
cermat, tidak sistematis dan tidak mempunyai konsep yang akuntabel dan
sustainable dan hanya bersifat simtomatif sekedar menghasilkan kesibukan
misalnya penerbitan buku, dan penataran instant. Selama ini masih terdapat
persoalan imanen dalam mengubah paradigm lama (teacher-centered) menuju paradigm baru (student-centered). Berbagai peraturan dan kebijakan
pemerintah tidak sinkron dan bahkan saling bertentangan satu dengan lain dalam
mencapai mind-set yang dikehendaki serti yang tertuang dalam
Pasal 1 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), ke berpusat pada murid (student-centered) menurut UU No 20 Tahun
2003 sebagai revisi UU Sisdiknas. Ujian Nasional secara
substantif tidak mendukung paradigma student-centered.
Sebetulnya keadaan belum
sehat dari praktek kependidikan di Indonesia terjadi sedari mulai berdirinya
republik ini. Selama ini, belum terdapat satu sistem kependidikanpun yang mampu
menjelaskan keterkaitan atau diturunkan langsung dari landasan dan falsafah
negara Pancasila dan UUD 45 (termasuk yang di amandemen). Salah satu cara
untuk mengetahui sehat tidaknya suatu praktek kependidikan adalah dengan cara
melihat konsistensi berbagai produk hukum serta kebijakan implementasi di
lapangan. Diskusi tentang landasan filosofis dan ideologis pendidikan di negara
kita belum pernah tuntas; setiap jaman mendefinisikannya sesuai versi dan
kepentingannya sendiri. Politik (pendidikan) Indonesia akan dibawa kemana?
Demokratis, Liberal, Industri, Humanis, Pragmatis, Kapitalis, Progressif,
Public Educator, Conservatif atau Demokrasi Pancasila?
Sementara itu diskusi
tentang Demokrasi Pancasila dan implikasinya tampak mandeg; sedang sistem
kepemerintahan sepertinya hanya berorientasi sesaat, parsial dan tidak
visioner. Belum secara eksplisit dijelaskan mengenai relevansi UUD
1945 dan Pancasila sebagai landasan filosofis kemana arah pendidikan. Tentunya
kita semua sepakat bahwa Pendidikan kita haruslah secara filosofis berdasar
kepada UUD 1945 dan Pancasila, dengan segala macam konsekuensinya.
Pandangan atau batasan keilmuan belum dijelaskan secara
eksplisit, sehingga dari sisi Hakekat Keilmuan Kurikulum kita selama ini
(termasuk Draft Kurikulum 2013) tidak mempunyai arah yang jelas pada setiap
Jenjang Pendidikan. Pandangan Keilmuan yang selama ini ada dan dijalankan hanya
cocok untuk Jenjang Pendidikan Tinkat Tinggi. Hal ini berakibat belum adanya
definisi Mata Pelajaran yang cocok untuk Jenjang Pendidikan yang lebih rendah
seperti SMA, SMP dan SD. Selama ini selalu diasumsikan bahwa Mata Pelajaran
misal Biologi, Matematika, IPA, Geografi, dst., adalah sebuah Body of
Knowledge, atau Science of Truth, atau Structure of Truth. Definisi tersebut
hanya bermakna untuk Jenjang Pendidikan Tinggi, sedangkan untuk Pendidikan
Jenjang Menengah dan Pendidikan Dasar, tidak bermakna.
Arah nilai karakter yang sesuai dengan stuktur budaya
Bangsa, belum secara eksplisit disebutkan. Kita akan mengembangkan Karakter
sebagai Bangsa yang berkarakter apa? Apakah menuju Negara Industrial Trainer?
Apakah menuju Negara Technological Pragmatis? Apakah menuju Masyarakat Old
Humanist? Apakah menuju Masyarakat Progressive Educator? Apakah menuju
Masyarakat Public Educator? Kita belum mempunyai orientasi yang jelas. Jika
posisi kita memang dalam ketidak jelasan, maka kita termasuk Bangsa yang masih
mencari jati dirinya. Namun walau demikian kita harusnya mempunyai Ideal.
Idealnya tentu menuju Masyarakat Demokrasi Pancasila. Tetapi yang terjadi dalam
masyarakat telah berkembang Nilai-nilai Pragmatism, Kapitalism, Utilitarianis,
Hedonism dan Konsumerism.
Secara Yuridis Formal, tujuan Pendidikan sudah sangat
jelas. Kurikulum-kurikulum sebelumnya, tujuan filosofis pendidikan diarahkan
secara parsial yaitu cenderung Back to Basic (SD), Sertification dan Transfer
of Knowledge. Sudah ada kesadaran pada Kurikulum 2013 untuk mengembangkan
kreativitas dan kompetensi, namun hal tersebut belumlah cukup. Karena secara
filosofis sebenar-benar tujuan pendidikan adalah Mengembangkan Ketrampilan
Hidup (Life Skill). Secara ontologism Teori Pembelajaran masih belum mengenai
hakikinya; masih bersifat parsial dan sempit, yaitu Ingatan, Pemahaman dan
Aplikasi (Teori Bloom). Teori Bloom ini mempunyai kekurangan tidak mampu
menjawab tantangan yang ada sesuai dengan perkembangan jaman. Teori
pembelajaran seharusnya juga selaras dengan Teori Mengajar yang mengedepankan
Kegiatan Eksplorasi, Kemandirian, Kemampuan bekerja sama, dan Belajar
Kontekstual.
Belum secara jelas disebutkan mengenai Metode Mengajar yang
disarankan. Selama ini Guru lebih dominan mengajar secara Tradisional yaitu
Transfer of Knowledge. Kurikulum 2013 sudah mulai memunculkan Eksplorasi tetapi
belum secara implicit menuju Ketrampilan Hidup. Selama ini praktek pembelajaran
didominasi dengan Textbook oriented. Walaupun sudah disarankan agar terdapat
variasi sumber belajar, tetapi belum secara eksplisit disebutkan pentinnya
Pengembangan RPP dan LKS yang sesuai dengan paradigm Explorasi dan Membangun
Hidup (Life Skill). Walaupun sudah disebut pentingnya Portfolio dalam
Penilaian, tetapi belum ada Komitmen untuk menghapus UAN. UAN adalah sumber
permasalahan Pendidikan secara pedagogis. Sebaik apapun penataran dan teori
yang diperoleh dari Kampus (LPTK) tetapi jika sudah terjun di sekolah, para
guru hanya focus pada Metode Pembelajaran yang Berorientasi pada UAN. Bahkan
Kepala Sekolah dengan tegas menyarankan guru agar tidak menggunakan metode yang
macam-macam, dan hanya focus pada pencapain UAN.
Hakekat Siswa belum didefinisikan secara eksplisit. Selama
ini semua pendidik, dan pengambil keputusan dalam bidang pendidikan selalu
menganggap Siswa sebagai Empty Vessel yaitu sebagai Tong Kosong yang harus di
isi oleh guru. Kurikulum 2013 sudah mulai menyadari, tetapi belum secara
eksplisit member solusinya. Belum
didefinisikan hakekat Kompetensi secara filsafati. Selama ini dan juga dalam
Kurikulum 2013, tidak ada penjelasan bagaimana siswa atau guru membantu siswa
mencapai kompetensinya atau memperoleh ketrampilan membangun hidupnya.
Falsafat atau Teori tentang Sosial Budaya tidak secara
jelas dicantumkan. Negara kita dihadapkan pada persoalan tarik menarik antara
Pusat vs Daerah, Sentralisasi vs Desenralisasi, dan Monokultur vs Multikultur.
Kebijakan Pendidikan belum secara jelas dan terbuka bagaimana mengatur
keseimbangan tersebut. Aspek
Konseptual belum secara eksplisit memberi gambaran tentang persoalan mendasar
pendidikan. Persoalan mendasar pendidikan terletak kepada pertanyaan: Apakah
Pendidikan sebagai Investasi atau Kebutuhan? Apakah Pendidikan mempromosikan
Kompetisi atau Kolaborasi? Apakah Pendidikan sebagai Kewajiban atau Kesadaran?
Apakah Pendidikan berfungsi sebagai Pelestari atau Penggali? Apakah Pendidikan
berfungsi Proteksi atau sebagai Pembebas? Apakah Pendidikan berjangka Pendek
atau berjangka Panjang? Apakah fungsi Guru sebagai Pelaksana atau Pengembang
Kurikulum? Apakah Kurikulum sebagai Instrument atau sebagai Fasilitator?
B. MENILIK KURIKULUM 2013
Kurikulum 2013 didefinisikan
sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan
potensi daerah, satuan pendidikan,kompetensi lulusan pada satuan pendidikan,
dan peserta didik. Kurikulum 2013 sebagai kurikulum
nasional memuat Rasional, Struktur Kurikulum dan Beban Belajar,
Kerangka Implementasi, Silabus, dan Buku Babon untuk setiap jenis dan jenjang
pendidikan, disusun sesuai program pendidikan nasional dengan kebutuhan dan potensi yang ada
di daerah dan
dituangkan dalam kurikulum daerah (Kurda), yang
merupakan bagian dari Kurikulum Nasional. KTSP dianggap masih relevan sebagai
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan,
dan harus memuat Kurnas, Kurda, kalender pendidikan, dan RPP.
Struktur dan Muatan Kurnas meliputi sejumlah mata pelajaran yang
keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada
satuan pendidikan, yang mengikat sejumlah KD yang memiliki karakteristik
tertentu pada aspek materi pelajaran: 1. Mata pelajaran, 2. Muatan Lokal, 3. Kegiatan Pengembangan Diri, 4. Pengaturan Beban Belajar, 5.Ketuntasan Belajar, 6.Kenaikan Kelas dan Kelulusan, 7.Peminatan, 8.Pendidikan Karakter, Kecakapan Hidup, Wirausaha, Anti
Korupsi, dan Lingkungan, dan 9.Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global.
Struktur kurikulum menggambarkan
konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi
konten/mata pelajaran dalam kurikulum, dostribusi konten/mata pelajaran dalam
semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per
minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi
konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian
beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam
sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem
semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran
berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum adalah juga
gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa
dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam
struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar
seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran
yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa
untuk menentukan berbagai pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah
mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan.
Struktur Kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
Kelompok A
|
|||||||
1.
|
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
4
|
4
|
4
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
7
|
7
|
7
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
Kelompok B
|
|||||||
1.
|
Seni Budaya dan Prakarya
(termasuk muatan lokal)*
|
4
|
4
|
4
|
6
|
6
|
6
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
3
|
3
|
3
|
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
|
Muatan lokal dapat memuat Bahasa
Daerah. Kegiatan Ekstra Kurikuler SD/MI antara lain: Pramuka (Wajib), UKS dan
PMR. Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi
lebih kepada aspek kognitif dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata
pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor. Integrasi
Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada keterdekatan makna dari konten
Kompetensi Dasar IPA dan IPS dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti,
PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III. Sedangkan untuk kelas IV, V
dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri sendiri dan kemudian
diintegrasikan ke dalam tema-tema yang ada untuk kelas IV, V dan VI.
Kompetensi Inti merupakan
terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki
mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau
jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang
dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif,
kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu
jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan
kualitas yang seimbang antara pencapaian hard
skills dan soft skills.
Kompetensi Inti berfungsi sebagai
unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur
pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal
dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi
Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas
atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip
belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang
dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten
Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari
mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama
sehingga terjadi proses saling memperkuat.
Kompetensi Inti dirancang dalam
empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan
(kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti
3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi
acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa
pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap
keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching)
yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok
3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).
Kompetensi Inti SD adalah sebagai berikut:
KOMPETENSI INTI
KELAS I DAN KELAS II
|
KOMPETENSI INTI
KELAS III
|
1. Menerima dan menjalankan ajaran
agama yang dianutnya
|
1. Menerima dan menjalankan ajaran
agama yang dianutnya
|
2. Memiliki
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya
diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru
|
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin,
tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan
keluarga, teman, tetangga, dan guru.
|
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan
dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah
|
3. Memahami pengetahuan faktual dengan
cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa
ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain.
|
4. Menyajikan
pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang
estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
|
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam
bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam
gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan
perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
|
KOMPETENSI INTI
KELAS IV
|
KOMPETENSI INTI
KELAS V DAN VI
|
1. Menerima, menghargai, dan
menjalankan ajaran agama yang dianutnya .
|
1. Menerima, menghargai, dan
menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
|
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin,
tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan
keluarga, teman, tetangga, dan guru.
|
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin,
tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri, dan cinta tanah air dalam
berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru.
|
3. Memahami pengetahuan faktual dengan
cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa
ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain.
|
3. Memahami pengetahuan faktual dan
konseptual dengan cara mengamati dan mencoba [mendengar, melihat, membaca]
serta menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di
rumah, sekolah, dan tempat bermain.
|
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam
bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam
gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan
perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
|
4. Menyajikan pengetahuan faktual dan
konseptual dalam bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam karya yang
estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
|
Kompetensi Inti SMP/MTs
adalah sebagai berikut:
KELAS
|
||
VII
|
VIII
|
IX
|
1. Menghargai dan menghayati
ajaran agama yang dianutnya.
|
1. Menghargai dan menghayati
ajaran agama yang dianutnya.
|
1. Menghargai dan menghayati ajaran
agama yang dianutnya.
|
2. Menghargai dan menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun,
percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
2. Menghargai dan menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun,
percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
2. Menghargai dan menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun,
percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
3. Memahami pengetahuan (faktual,
konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak
mata.
|
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan
(faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian
tampak mata.
|
3. Memahami dan menerapkan
pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena
dan kejadian tampak mata.
|
4. Mencoba, mengolah, dan menyaji
dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan
mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang/teori
|
4. Mengolah, menyaji, dan menalar
dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan
mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang/teori.
|
4. Mengolah, menyaji, dan menalar
dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan
mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang/teori.
|
Kompetensi Inti SMA/MA adalah sebagai berikut:
KELAS X
|
KELAS XI
|
KELAS XII
|
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
|
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
|
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
|
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong
royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif)dan menunjukkan sikap sebagai bagian
dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
|
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama,
cinta damai, responsif dan proaktif) dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia
|
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong
royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif), menunjukkan sikap sebagai bagian
dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa, serta memosisikan diri sebagai
agen transformasi masyarakat dalam membangun peradaban bangsa dan dunia
|
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah
|
3. Memahami, menerapkan, dan menjelaskanpengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalamilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebabfenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuanprosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
|
3. Memahami, menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif dalamilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuanprosedural
pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untukmemecahkan masalah
|
4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranahabstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
|
4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, bertindaksecara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda
sesuai kaidah keilmuan
|
4. Mencoba, mengolah, menyaji, dan mencipta dalam
ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta
bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan
|
3. Rencana Implementasi
Rencana implementasi Kurikulum 2013
terkait dengan kesiapan pemerintah untuk menggarap aspek-aspek: 1. Ketersediaan
dokumen kurikulum dan buku babon, 2. Pelaksanaan pelatihan pengguna kurikulum (guru, kepala
sekolah, dan pengawas), 3. Persiapan satuan pendidikan dalam administrasi, fasilitas,
dan manajemen,
dan 4. Pelaksanaan implementasi kurikulum di satuan pendidikan. Ketersediaan
dokumen kurikulum dan buku babon adalah adanya dokumen kurikulum untuk
masing-masing guru dan sekolah. Dokumen kurikulum untuk sekolah adalah dokumen
tentang Kurikulum dan Dokumen Kurikulum untuk satuan pendidikan yang
bersangkutan. Dokumen kurikulum untuk guru adalah Kompetensi Inti, KD,
dan silabus kelas untuk guru kelas (SD); Kompetensi Inti, KD, dan silabus
mata pelajaran untuk guru SMP, SMA, SMK.
Pelaksanaan pelatihan pengguna kurikulum adalah jumlah guru
yang ditatar dibandingkan dengan jumlah guru yang mengajar untuk kelas yang bersangkutan. Guru SD adalah guru kelas jadi di bacht
pertama pelatihan mencakup guru kelas I dan IV SD sedangkan pada bach
berikutnya guru kelas II dan V, kemudian guru kelas VI. Guru agama, seni-budaya
dan penjasorkes adalah guru mata pelajaran dan oleh karenanya mereka sudah
harus terlatih pada bacth pertama. Untuk SMP dan SMA guru mata pelajaran
dan dengan demikian mereka yang mengajar di kelas VII adalah juga mereka yang
mengajar di kelas VIII dan IX. Guru SMA dan SMK yang mengajar di kelas X
mungkin juga mereka yang mengajar di kelas XI dan XII sehingga batch untuk
mereka mungkin berbeda dari batch pelatihan untuk SD.
Persiapan yang dilakukan pemerintah
sejak Februari 2013 sampai Juli 2013, berfokus
pada ketersediaan dokumen kurikulum, pelatihan guru kelas I, IV, VII, X dan
kepala sekolah dan pengawas SD, SMP, SMA, SMK. Untuk bulan Juli 2013 – Juni 2014: berfokus pada kegiatan implementasi
awal kelas I, IV, VII, dan X dan ketersediaan
dokumen kurikulum dan pelatihan guru kelas II, V, VI, VIII, IX, XI, dan XII. Sedangkan untuk bulan Juni
2014 – 2015: berfokus pada implementasi tahun II masih dalam fase awal
implementasi;
dan bulan Juni 2015 – 2016, berfokus pada
implementasi tahun III dan penentuan apakah implementasi penuh (fully
implementation stage) sudah dapat dimulai pada tahun 2016-2017 dan seterusnya.
DAFTAR TEMA DAN ALOKASI WAKTUNYA
KELAS I
|
KELAS II
|
KELAS III
|
KELAS IV
|
KELAS V
|
KELAS VI
|
||||||
TEMA
|
WAKTU
|
TEMA
|
WAKTU
|
TEMA
|
WAKTU
|
TEMA
|
WAKTU
|
TEMA
|
WAKTU
|
TEMA
|
WAKTU
|
1. Diri
Sendiri
|
4 Minggu
|
1. Hidup
Rukun
|
4 Minggu
|
1. Sayangi
Hewan dan Tumbuhan di Sekitar
|
3 Minggu
|
1. Indahnya
Kebersamaan
|
3
Minggu
|
1. Bermain dengan Benda-benda di
sekitar
|
7
Minggu
|
1. Selamatkan
makhluk hidup
|
6
Minggu
|
2.Kegemaranku
|
4 Minggu
|
2. Bermain di
Lingkunganku
|
4 Minggu
|
2. Pengalaman yang Mengesankan
|
3 Minggu
|
2. Selalu
Berhemat Energi
|
3
Minggu
|
2. Peristiwa dalam Kehidupan
|
7
Minggu
|
2. Persatuan
dalam perbedaan
|
5
Minggu
|
3. Kegiatanku
|
4 Minggu
|
3. Tugasku
Sehari-hari
|
4 Minggu
|
3. Mengenal
Cuaca dan Musim
|
3 Minggu
|
3. Peduli
terhadap Makhluk Hidup
|
3
Minggu
|
3. Hidup Rukun
|
6
Minggu
|
3. Tokoh
dan Penemu
|
6
Minggu
|
4. Keluargaku
|
4 Minggu
|
4. Aku dan
Sekolahku
|
4 Minggu
|
4. Ringan
Sama Dijinjing Berat Sama Dipikul
|
3 Minggu
|
4. Berbagai Pekerjaan
|
3
Minggu
|
4. Sehat itu Penting
|
7
Minggu
|
4. Globalisasi
|
6
Minggu
|
5.Pengalamanku
|
4 Minggu
|
5. Hidup
Bersih dan Sehat
|
4 Minggu
|
5. Mari Kita
Bermain dan Berolahraga
|
3 Minggu
|
5. Menghargai Jasa Pahlawan
|
3
Minggu
|
5. Bangga Sebagai Bangsa Indonesia
|
6
Minggu
|
5. Wirausaha
|
7
Minggu
|
6. Lingkungan
Bersih, Sehat, dan Asri
|
4 Minggu
|
6. Air, Bumi,
dan Matahari
|
4 Minggu
|
6. Indahnya
Persahabatan
|
3 Minggu
|
6. Indahnya Negeriku
|
3
Minggu
|
6. Kesehatan
masyarakat
|
8
Minggu
|
||
7. Benda,
Binatang, dan Tanaman di sekitarku
|
4 Minggu
|
7. Merawat
Hewan dan Tumbuhan
|
4 Minggu
|
7. Mari Kita
Hemat Energi untuk Masa Depan
|
3 Minggu
|
7. Cita-citaku
|
3
Minggu
|
||||
8. Peristiwa
Alam
|
4 Minggu
|
8. Keselamatan di Rumah dan Perjalanan
|
4 Minggu
|
8. Berperilaku Baik dalam Kehidupan Sehari-hari
|
3 Minggu
|
8. Daerah
Tempat Tinggalku
|
3
Minggu
|
||||
9. Menjaga
Kelestarian Lingkungan
|
3 Minggu
|
9. Makanan Sehat dan Bergizi
|
3
Minggu
|
C. TANTANGAN DAN HARAPAN
Kegiatan pembelajaran dalam skema Kurikulum
2013 diselenggarakan untuk membentuk watak, membangun
pengetahuan, sikap dan kebiasaan-kebiasaan untuk meningkatkan mutu kehidupan
peserta didik. Kegiatan pembelajaran diharapkan mampu memberdayakan
semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan.
Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan perilaku
khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan
mewujudkan masyarakat belajar. Dengan demikian guru
diharapkan mampu mengimplementasikan metode pembelajaran yang inovatif
(students-centered); pembelajaran konvensional (teacher-centered) dianggap
tidak lagi mampu memenuhi harapan-harapan di atas. Agar siswa mampu
mengembangkan sikap dan pengalaman sesuai dengan perbedaan potensinya, maka
peran guru tidak lagi sebagai pentransfer ilmu, melainkan sebagai fasilitator
atau membantu siswa agar siswa mampu menguasai berbagai kompetensi yang
diharapkan. Oleh karena itu, kegiatan
pembelajaran yang diselenggarakan
diharap mampu mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami,
melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan mengaktualisasikan diri. Dengan perkataan lain, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang:
(1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta
didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai,
etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman
belajar yang beragam.
Pengakuan keragaman
potensi siswa agar mereka mampu melakukan kegiatan eksplorasi berimplikasi
terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang perlu menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang
menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna. Pada gilirannya kegiatan
pembelajaran diharap mampu
mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas, kemandirian, kerjasama,
solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi dan kecakapan hidup peserta didik
guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. Siswa yang bersifat otonom, perlu diberi kesempatan untuk
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi
baru dengan aturan-aturan lama di dalam benaknya, dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Peserta didik harus didorong untuk
mengkonstruksi pengetahuan melalui
pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian maka Kurikulum 2013 sejalan dengan
paradigm constructivism dalam ilmu pendidikan. Kurikulum 2013 juga selaras
dengan berbagai teori kependidikan misalnya: teori perkembangan kognisi dari
Piaget, teori belajar dan membimbing dari Vygotsky, pendekatan kontekstual,
kolaborasi, problem-based learning, investigasi, discovery-method, problem
solving, problem posing, dst.
Mengingat berbagai
pertimbangan di atas maka dalam pembelajaran di kelas, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi
kesempatan peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka
sendiri, dan mengajar peserta didik menjadi sadar dan secara sadar menggunakan
strategi mereka sendiri untuk belajar, seperti ditulis dalam pedoman pelaksanaan
sbb:
“Guru dapat memberi peserta didik anak tangga yang membawa
peserta didik ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan peserta didik
sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Bagi peserta didik,
pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”.Di
dalam pembelajaran, peserta didik membangun pengetahuan bagi dirinya. Bagi
peserta didik, pengetahuan yang ada di benaknya bersifat dinamis, berkembang
dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya
menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju
abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik
telah, sedang, dan akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni
sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal”
Skema pembelajaran perlu
dimulai dengan perencanaan yang mempertimbangkan berbagai factor serta berbagai
sumber belajar dan pembelajaran yang dapat digunakan. Pengembangan perangkat
pembelajaran menjadi sangat penting. RPP dan LKS perlu dikembangkan selaras
dengan kompetensi dasar, asumsi, paradigm dan teori-teori belajar-mengajar.
Skema pencapaian kompetensi perlu didukung dengan pengembangan berbagai variasi
media, variasi metode dan variasi interaksi di dalam kelas. Dikarenakan peran
aktif siswa sangat diakui, maka alur kegiatan siswa perlu memasilitasi mereka
agar mempunyai kesempatan berdiskusi di dalam kelompok besar atau kecil, serta
menyampaikan pendapatnya atau melaporkan hasil kepada teman yang lain atau guru
di kelas. Skema pencapaian kompetensi akan menjamin kepastian fasilitasi guru akan
segala kemungkinan kegiatan dan proses kognisi atau pencapaian kompetensi.
Untuk memperkokoh skema pencapaian kompetensi maka Kurikulum 2013 SD/MI
menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai
kelas VI. Dijelaskan bahwa pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi
dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Sesuai dengan pedoman
pelaksanaan, pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses
pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema akan
membingkai dan member kerangkan makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik akan mampu mengkonstruksinya secara
komprehensif. Ketentuan tentang pembelajaran tematik diuraikan sebagai berikut:
“Pembelajaran tematik
integratif, tema
yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Untuk kelas I, II, dan III, keduanya merupakan pemberi makna yang substansial
terhadap mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni-Budaya dan Prakarya, serta
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Di sinilah Kompetensi
Dasar dari IPA dan IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain memiliki
peran penting sebagai pengikat
dan pengembang Kompetensi Dasar mata pelajaran lainnya. Dari sudut pandang psikologis, peserta
didik belum mampu berpikir abstrak untuk memahami konten mata pelajaran yang terpisah kecuali kelas IV, V, dan VI sudah mulai mampu berpikir
abstrak.
Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang kuat untuk
integrasi Kompetensi Dasar yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik.
Dari sudut pandang transdisciplinarity maka pengotakan konten kurikulum
secara terpisah ketat tidak memberikan keuntungan
bagi kemampuan berpikir selanjutnya”.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Janganlah disebut
sebagai Kurikulum 2013, tetapi lebih baik disebut sebagai Revisi Kurikulum
2006, agar masyarakat tidak menganggap Kurikulum baru sebagai asing sama sekali
dengan Kurikulum 2006
2.
Janganlah menyebut
kurikulum berpendekatan Sain, karena istilah ini sangat asing dan dapat
mengejutkan masyarakat dan para guru. Sebagai gantinya saya mengusulkan agar
digunakan istilah “Pendekatan Eksploratif”
3.
Perlu pendefinisian
secara jelas baik secara konseptual maupun filosofis pengertian Kurikulum pada
masing-masing Jenjang Pendidikan. Saya mengusulkan agar ada 1 (satu) lagi jenis
kurikulum sebagai ujung tombak operasional dilapangan yaitu yang saya sebut
sebagai “Kurikulum Pada Tingkat Satuan Pembelajaran” atau disingkat “KTSPbl”.
Alasannya agar persiapan, RPP, silabus, bahan ajar, metode, lebih operasional
dan lebih kongkrit serta bersifat kontekstual.
4.
Untuk mendukung adanya
KTSPbl, guru perlu mengembangkan 10 (sepuluh) langkah: a. Mengembangkan RPP
yang memfasilitasi siswa untuk membangun hidup (ilmu)-Lile Skill, b.
Mengembangkan Apersepsi sebagai kegiatan siswa dan bukan kegiatan guru, c.
Mengembangkan Kegiatan Diskusi Kelompok, karena hakekat Ilmu bagi siswa SD dan
SMP adalah Kegiatan Diskusi, d. Mengembangkan Skema Pencapaian Ketrampilan Hidup
(lebih tinggi dari Kompetensi), e. Mengembangkan LKS yang memfasilitasi siswa
agar memperoleh Ketrampilan Hidup (LKS harus dibuat sendiri oleh guru dan bukan
dari membeli; LKS bukan sekedar kumpulan soal), f. Mengembangkan kegiatan
assessment (bukan sekedar penilaian), berupa Portfolio dan Authentics
Assessment, g, . Mengembangkan Kegiatan Refleksi Siswa untuk menyampaikan dan
menjelaskan kesimpulan diskusi kelompoknya, h. Mengembangkan dan mendorong agar
Siswa sendiri yang memperoleh Kesimpulan, i. Mengembangkan Media atau Alat
Peraga yang menunjang, j. Menembangkan Metode Pembelajaran yang Dinamis,
Kreatif, Fleksibel, dan Kontekstual.
5.
Agar perbaikan
Kurikulum memperhatika system-sistem atau sub-sistem yang sudah dikembangkan
misalnya adanya berbagai sekolah: SSN, RSBI, SBI, KNSI.
6.
Agar dilakukan
perubahan-perubahan Paradigma atau Teori-teori agar sesuai dengan tuntutan
jaman.
7.
Agar Kurikulum baru
mampu menjawab 2 (dua) pertanyaan besar dan fundamental yaitu: a. Akuntabilitas
Pendidikan, dan b. Sustainabilitas Pendidikan (termasuk CPD=Continuing
Professional Development bagi para Guru)
Hendaknya Karakter yang dikembangkan diturunkan dari
sila-sila Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung pada UUD 45 Diperlukan
redefinisi tentang hakekat keilmuan (Mapel), yaitu bahwa untuk Jenjang
Pendidikan Menengah dan Rendah, Keilmuan merupakan proses berpikir atau
kegiatan social. Diperlukan redefinisi matematika untuk sekolah yaitu
Matematika Sekolah yang didefinisikan sebagai Proses Berpikir atau Kegiatan
Sosial. Ebbutt and Straker (1995) mendefinisikan School Mathematics sebagai:
Kegiatan mencari pola, Kegiatan menyelesaikan masalah, Kegiatan eksplorasi, dan
Kegiatan berkomunikasi. Demikian juga untuk maple-mapel yang lain.
Nilai Karakter harusnya diturunkan dari butir-butir Sila
Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Agar dilakukan redefinisi tentang Orientasi Kurikulum yaitu
bukan Pengembangan Kompetensi melainkan Pengembangan Ketrampilan Hidup
Redefinisi Hakekat Belajar dan Hakekat Mengajar, yaitu
bahwa Belajar adalah kegiatan eksplorasi dan Mengajar juga adalah Kegiatan
Penelitian. Hal ini belum cukup, perlu ditambah bahwa Belajar adalah Membangun
Hidup (Life Skill)
Redefinisi Metode Mengajar menuju Mngembangkan Ketrampilan
Hidup (Life Skill), sehingga Metode Mengajar yang tepat adalah bersifat
kontekstual, fleksibel, dinamis dan kreatif, misal : Metode
Investigasi/Eksplorasi (yang disebut sebagai Metode Sain) dan Metode Diskusi.
Perlunya kewajiban bagi guru untuk membuat LKS nya sendiri.
Karena LKS selama ini hanya membeli dari Penerbit atau bantuan dari Pemerintah,
dan itu belum termasuk criteria LKS yang benar, karena hanya merupakan Kumpulan
Soal. RPP danLKS yang benar adalah RPP dan LKS yang membantu siswa
mengembangkan Ketrampilan Hidup.
Pemerintah harus berani melangkah untuk menghapuskan UAN. Perlu
redifinisi hakekat siswa yaitu bahwa Siswa adalah makhluk yang bersifat Hidup,
oleh karena itu maka hakekat siswa adalah diri subyek belajar yang berusaha
membangun hidupnya (Life Skill)
Perlu dipromosikan bahwa Kompetensi Siswa berkaitan dengan
Kebutuhannya dan berkaitan dengan Aspek Budayanya. Maka untuk memperoleh
kompetensi ketramilan hidup, siswa perlu melalui tahap-tahap hirarkhis sebagai
berikut: WILL, ATTITUDE, KNOWLEDGE, SKILL, and EXPERIENCE, Untuk mencapai
Kompetensi tersebut guru perlu membuat Skenario Pembelajaran yaitu Skenario
Pencapaian Kompetensi.
Dikembangkan komunikasi agar diperoleh kejelasan tentang
perihal tersebut di atas. Sudah saatnya dipromosikan Pendidikan Kontekstual
yaitu sesuai dengan Daerah masing-masing; sehingga Pendidikan akan
mengembangkan Multi Solusi dan Multi Budaya. Agar pengembangan Kurikulum 2013
mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.
Elegi
Permintaan Si Murid Cerdas Kepada Guru Matematika
Oleh Marsigit
Guru Matematika:
Wahai muridku, engkau kelihatan berbeda dan kelihatan cerdas. Sekiranya aku ditugaskan untuk menjadi Guru Matematika di kelasmu maka apakah permintaan-permintaanmu kepadaku?
Murid:
Aku menginginkan agar pelajaran matematika itu menyenangkan bagi diriku, memberi semangat kepadaku, dan bermanfaat bagiku.
Aku juga ingin bahwa pelajaran matematika itu mudah aku pelajari.
Aku harap engkau juga menghargai pengetahuan-pengetahuan yang sudah aku miliki.
Aku ingin juga bahwa pelajaran matematika itu mempunyai keindahan, sesuai dengan norma dan nilai agama.
Aku mohon agar aku diberi kesempatan untuk berdoa sebelum pelajaran matematika itu dimulai.
Aku ingin agar persoalanku sehari-hari dapat digunakan dalam belajar matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa rasa senang itu juga milikku, walaupun engkau juga berhak mempunyai rasa senang.
Tetapi menurutku, rasa senang itu tidaklah engkau berikan kepadaku, melainkan harus muncul dari dalam diriku sendiri.
Engkau tidaklah bisa memaksa diriku menyenangi matematika, kecuali hanya dengan keikhlasanku.
Aku juga ingin engkau agar memberi kesempatan kepada diriku agar aku bisa mempersiapkan psikologis diriku dalam mengikuti pelajaran matematika.
Ketahuilah wahai guruku, bahwa diriku dan diri teman-temanku semua itulah yang sebenar-benarnya melakukan persiapan.
Itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai Apersepsi.
Maka berilah kami semua tanpa kecuali untuk melakukan kegiatan-kegiatan agar kami bisa melaukan Apersepsi, dan tidak hanya engkau ceramahi atau engkau hanya bertanya kepada sedikit siswamu yang duduk di depan.
Aku juga berharap agar pelajaran matematika itu engkau persiapakan sebaik-baiknya agar aku dapat melakukan berbagai aktivitas di kelas.
Aku juga memohon agar engkau bersikap adil, tidak pilih kasih. Jika nilaiku jelek, janganlah engkau remehkan diriku, tetapi jika nilaiku terbaik maka janganlah terlalu disanjung-sanjung.
Menurutku, belajar matematika itu adalah hak dari setiap murid-muridmu di kelas. Oleh karena itu mohon agar perhatianmu jangan hanya yang duduk di bagian depan saja, melainkan harus meliputi semuanya.
Aku juga memohon agar engkau tidak bersikap otoriter. Tetapi aku mohon agar engkau dapat bersikap demokratis.
Oleh karena itu, aku mohon agar engkau jangan terlalu banyak bicara apalagi terkesan menggurui.
Berikanlah kami beraneka ragam aktivitas matematika.
Karena jika engkau terlalu banyak bercerita dan mengguruiku maka sebenar-benar diriku merasa tersinggung dan kasihan terhadap dirimu karena engkau terkesan sombong.
Aku juga mohon agar engkau tidak hanya bercerita, tetapi hendaknya memberikanku kesempatan untuk beraktivitas.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat atau menyiapkan LKS agar aku bisa berlatih di situ, sekaligus aku akan mempunyai catatan dan informasi-informasi.
Aku mohon agar LKS yang engkau siapkan bukan sekedar kumpulan soal, melainkan dapat menjadi sarana bagiku untuk belajar mandiri maupun kelompok.
Kata Pamanku, LKS merupakan sarana yang sangat strategis bagi guru agar mampu melayani kebutuhan belajar matematika siswa-siswanya yang beraneka ragam kemampuan.
Aku mohon juga agar engkau jangan menilai aku hanya dari test saja, tetapi tolonglah agar penilaianmu terhadap diriku itu bersifat komprehensif, lengkap meliputi proses kegiatanku dan juga hasil-hasilku.
Aku juga menginginkan dapat menampilkan karya-karyaku.
Aku sungguh merasa jemu jika engkau hanya menggunakan metode ceramah saja.
Wahai guruku, seberapakah engkau menyadari betapa kecewanya murid-muridmu ketika sudah engkau minta untuk unjuk jari bertanya, tetapi engkau hanya menunjuk satu saja diantara kami. Padahal hal itu engkau lakukan setiap hari dan dari waktu ke waktu. Menurut Pamanku, ini disebabkan karena pengelolaan kelas yang belum bagus.
Aku dan teman-temanku juga merasa tidak begitu nyaman, jika engkau selalu bertanya dengan kalimat panjang dan kalimat terbuka, kemudian menyuruhku untuk menjawab secara koor/choir. Seakan-akan engkau telah memperlakukan diriku hanya sebagai obyek pelengkap kalimat-kalimatmu. Sungguh guru hal yang demikian telah membuat diriku telah tidak berdaya dihadapanmu. Lagi-lagi menurut Pamanku, metode mengajar yang demikian perlu segera diubah.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau menggunakan berbagai variasi metode mengajar, variasi penilaian, variasi pemanfaatan sumber belajar.
Aku juga menginginkan agar engkau mampu menggunakan teknologi canggih seperti website dalam pembelajaranmu. Kenapa guru, aku belajar matematika musti menunggu hari Selasa, padahal pada hari Selasa yang telah aku tunggu-tunggu terkadang engkau tidak dapat mengajar dikarenakan mendapat tugas yang lebih penting. Aku sangat kecewa akan hal ini.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat Website yang memungkinkan aku belajar matematika setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung dengan keberadaanmu. Aku juga ingin bertanya persoalan matematika kepadamu setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung keberadaanmu. Menurut Pamanku, itu semua bisa dilayani jika engkau membuatkan Wbsite atau Blog untuk murid-muridmu.
Aku ingin engkau menunjukkiku di mana sumber-sumber belajar matematika yang baik.
Aku juga akan merasa bangga jika engkau sebagai guruku mampu membuat modul-modul pembelajaran, apalagi jika engkau dapat pula membuat buku-buku teks pelajaran matematika untukku.
Aku juga menginginkan engkau dapat memberi kesempatan kepadaku untuk memperoleh keterampilan matematika.
Aku ingin agar matematikaku bermanfaat tidak hanya untuk diriku tetapi juga untuk orang lain.
Aku juga menginginkan masih tetap bisa berkonsultasi denganmu di luar jam pelajaran.
Pak Guru, aku ingin sekali tempo juga belajar di luar kelas. Kelihatannya belajar diluar kelas udaranya lebih segar dan menyenangkan.
Tiadalah seseorang di muka bumi ini selain diriku sama dengan diriku. Oleh karena itu dalam pelajaran matematika itu nanti aku berharap agar engkau dapat mengenalku dan mengerti siapa diriku.
Tetapi aku juga mengetahui bahwa diri yang lain juga saling berbeda satu dengan yang lain.
Maka sesungguh-sungguhnya dirimu sebagai guru akan menghadapi murid-muridmu sebanyak empat puluh ini, juga sebanyak empat puluh macam yang berbeda-beda.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau jangan hanya menggunakan metode tunggal dalam mengajarmu, supaya engkau dapat membantu belajarku.
Menurutku, untuk melayani sebanyak empat puluh siswa-siswa yang berbeda-beda ini, maka tidaklah bisa kalau engkau hanya menggunakan metode mengajar tradisional atau ceramah.
Menurut bacaan di internet dan menurut Pamanku, maka untuk dapat melayani siswa-siswamu yang beraneka ragam, maka engkau perlu mengembangkan RPP yang flesibel, perlu membuat LKS dan yang penting lagi adalah engkau sebagai guruku harus mempercayai bahwa jika diberi kesempatan maka muridmu ini mampu mempelajari matematika.
Itulah yang aku ketahui bahwa engkau harus lebih berpihak kepada kami.
Keberpihakan engkau kepada kami itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai student centered.
Mohon agar engkau lebih sabar menunggu sampai aku bisa mengerjakan matematika. Usahakanlah agar matematika itu menjadi miliku, maka janganlah aku hanya diberi kesempatan untuk melihat atau menonton saja.
Yang betul-betul perlu belajar matematika itu adalah diriku.
Aku ingin betul-betul belajar dan melakukan kegiatan belajar dan tidak hanya menonton engkau yang mengerjakan matematika.
Maka jikalau engkau mempunyai alat peraga, maka biarkan aku dapat menggunakannya dan jangan hanya engkau taruh di depan saja.
Aku bahkan dapat mempelajari matematika lebih efektif jika belajar bersama-sama dengan teman-temanku.
Oleh karena itu wahai guruku, maka dalam pelajaran matematika itu nanti berikan kami kesempatan untuk belajar bersama-sama dalam kelompok.
Tetapi jika engkau telah menyuruhku belajar dalam kelompok, maka berikanlah aku waktu yang cukup untuk berdiskusi dan janganlah engkau terlalu banyak memberikan petunjuk dan ceramah lagi ketika aku sedang bekerja dalam kelompok.
Karena hal demikian sangat mengganggu konsentrasiku dan terkesan engkau menjadi kurang menghargai kepada murid-muridmu.
Aku juga mohon agar engkau memberikan kesempatan kepada diriku untuk membangun konsepku dan pengertianku sendiri.
Wahai guruku, ketahuilah bahwa aku juga ingin menunjukkan kepada teman-temanku bahwa aku juga dapat menarik kesimpulan dari tugas-tugasmu mengerjakan matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa kesimpulan-kesimpulan dari tugas-tugasmu itu sebenarnya adalah milikku.
Oleh karena itu janganlah engkau sendiri yang menyimpulkan tetapi berikan kesempatan kepadaku agar aku juga bisa menemukan rumus-rumus matematika.
Rumus yang aku temukan sendiri itu sebenar-benarnya akan bersifat lebih awet dan langgeng dari pada hal demikian hanya sekedar pemberianmu.
Maka jika aku sudah susah-susah melakukan kegiatan kearah menemukan rumus, sementara pada akhirnya malah engkau yang menyimpulkan, maka sebetulnya aku menjadi marah kepadamu.
Janganlah engkau membuat pesan ganda kepada diriku. Janganlah engkau memberi hukuman kepadaku dengan menyuruh aku untuk mengerjakan sebanyak-banyak soal. Karena bagiku, hukuman adalah jelek sedangkan mengerjakan soal adalah baik.
Jangan pula engkau pura-pura memberi soal yang sangat sulit kepadaku padahal engkau sesungguhnya bermaksud untuk menghukumku.
Aku memohon agar engkau mempercayaiku. Kepercayaanmu kepadaku itu merupakan kekuatan bagiku untuk memperoleh pengetahuanku. Tolong sekali lagi tolong, percayailah diriku, bahwa jika aku diberi kesempatan maka insyaAllah aku bisa.
Aku akan bangga jika guruku suatu ketika dapat muncul di kegiatan seminar baik secara nasional maupun internasinal. Wahai guruku, gunakanlah data-dataku, hasil-hasilku, dan proses belajarku sebagai data penelitianmu. Menurut Pamanku, jika engkau mampu menggunakan data-data dikelas mengajarmu, maka engkau akan menghasilkan karya ilmiah setiap tahunnya.
Wahai guruku, aku juga bangga dan ingin membaca karya-karya ilmiahmu. Setidaknya hal demikian juga akan memotivasi diriku.
Wahai guruku yang baik hati, aku merasa dari waktu ke waktu terdapat perubahan dalam diriku. Aku juga melakukan percobaan atau eksperimen mencari cara belajar yang baik. Kelihatannya aku belum menemukan cara belajar yang terbaik bagi diriku. Tetapi aku dapat menyimpulkan bahwa cara belajarku haruslah dinamis, fleksibel, dan kreatif menyesuaikan dengan kompetensi yang harus aku kuasai. Oleh karena itu sungguh aneh jika engkau guruku hanya mengajar diriku dengan metode yang sama dari waktu ke waktu.
Permintaan terakhirku adalah apakah bisa engkau Guruku, untuk kami yang beraneka ragam, berilah kesempatan untuk mempelajari matematika yang beraneka ragam pula, dengan alat peraga atau fasilitas yang beraneka ragam pula, dengan buku matematika yang beraneka ragam pula, dengan kompetensi yang beraneka ragam pula, dengan waktu yang beraneka ragam pula, walaupun kami semua ada dalam satu kelas, yaitu kelas pembelajaran matematika yang akan engkau selenggarakan.
Demikian guru permohonanku, saya minta maaf atas banyaknya permintaanku karena sesungguhnya permintaanku itu telah aku kumpulkan dalam jangka waktu yang lama. Sampai aku menunggu ada seorang guru yang bersifat terbuka untuk menerima permohonan dan saran dari muridnya.
Sekali lagi mohon maaf guruku. Mohon doa restunya. Amin
Guru Matematika:
Astagfirullah al adzimu....ya Allah ya Robi ampunilah segala dosa-dosaku.
Wahai muridku, aku tidak bisa berkata apapun dan aku merasa terharu mendengar semua permintaanmu itu.
Mulutku seakan terkunci mendengar semua permintaan dan penuturanmu itu.
Tubuhku tergetar dan keringat dingin membasahi tubuhku.
Aku tidak mengira bahwa diantara murid-muridku ada murid yang secerdas kamu.
Aku tidak mengira bahwa jika aku beri kesempatan dan aku beri sarana penyambung lidah bagi suara hati nuranimu, maka ternyata harapan-harapanmu, permintaan-permintaanmu, dan pikiran-pikiranmu bisa melebihi dan di luar apa yang aku pikirkan dewasa ini.
Setelah mendengar semua permintaanmu, aku menjadi tahu betapa tidak mudah menjadi Guru Matematika bagimu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menjadi ragu tentang kepastianku.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasa malu dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasakan betapa diriku itu bersifat sangat
egois.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa aku telah berbuat sombong dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa malas diriku itu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat tidak adil terhadapmu.
Selama ini aku telah berbuat aniaya terhadap dirimu karena aku telah selalu menutupi sifat-sifatmu, aku selalu menutupi potensi-potensimu, aku selalu mendominasi inisiatifmu, aku selalu menimpakan kesalahan pada dirimu, dan
sebaliknya aku selalu menutupi kesalahanku.
Selama ini aku telah berpura-pura menjadi manusia setengah dewa dihadapanmu.
Dihadapanmu, aku telah menampilkan diriku sebagai manusia sempurna yang tiada cacat, serba bisa, serba unggul, serba hebat, tiada gagal, wajib digugu, dan wajib ditiru.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat munafik di depanmu, karena aku selalu menyembunyikan keburukan-keburukanku sementara aku menuntumu untuk menunjukkan kebaikan-kebaikanmu.
Oh muridku hanyalah tetesan air mataku saja yang telah mengalir merenungi menyadarai bahwa KERAGUANKU terhadap praktek pembelajaran matematika ternyata benar adanya.
Ternyata yang aku lakukan selama ini lebih banyak mendholimi murid-muridku.
Wahai orang tua berambut putih salahkan jika aku berusaha membimbing murid-muridku?
Orang Tua Berambut Putih:
Ketahuilah wahai guru, jikalau engkau renungkan, maka hakekat membimbing adalah memberdayakan siswa. Sudahkah kegiatan membimbingmu memberdayakan siswa? Saya khawatir jangan-jangan niatmu membimbing, tetapi yang terjadi sebetulnya justeru membuat siswamu tidak berdaya.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Orang tua berambut putih, salahkan jika aku mewajibkan murid-muridku untuk belajar giat?
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat belajar itu adalah kebutuhan dan kesadaran siswa, dan bukanlah kewajiban dan perintah-perintahmu. Saya khawatir jangan-jangan dibalik kegiatanmu mewajib-wajibkan dan perintah-perintah kepada siswamu itu, sebetulnya terselip sifat egoismu.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika aku mengajar dengan cepat dan tergesa-gesa untuk memberi bekal sebanyak-banyaknya kepada siswa. Apalagi beban kurikulum yang banyak sementara waktunya terbatas.
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat pendidikan itu adalah kegiatan jangka panjang. Cepat dan tergesa-gesa itu artinya tidak teliti dan memaksa. Maka tiadalah gunanya engkau dipundakmu membawa segunung pengetahuanmu untuk engkau tuangkan kepada siswamu sementara siswa-siswamu meninggalkan dirimu. Sebaliknya jika siswamu telah berdaya, merasa senang, menyadari dan memerlukan mempelajari matematika, maka sedikit saja engkau memberinya, maka mereka akan meminta dan mencari yang lebih banyak lagi.
Guru Matematika:
Subhanallah....baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika saya menggunakan metode tunggal saja yaitu metode ekspositori?
Orang Tua Berambut Putih:
Metode ekspositori atau ceramah itu metode yang sudah kadaluwarsa, tidak mampu lagi melayani kebutuhan siswa dalam belajarnya. Metode ekspositori selalu sajalah merupakan siklus dari kegiatan: menerangkan, memberi contoh, memberi soal, memberi tugas, dan menerangkan kembali, demikian seterusnya. Selamanya ya seperti itu. Itu hanya cocok jika paradigma mengajarmu adalah paradigma lama yaitu trasfer of learning. Jaman sekarang dan kecenderungan internasional, metode yang dikembangkan adalah multi metode, yaitu metode yang bervariasi, dinamis dan fleksibel.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian bagaimanakah caranya aku melayani kebutuhan siswa-siswaku mempelajari dan menemukan sendiri matematikanya? Sementara murid-muridku itu jumlahnya banyak dan kemampuannya berbeda-beda pula?
Orang Tua Berambut Putih:
Tidaklah mungkin engkau mampu melayani kebutuhan belajar murid-muridmu, jika engkau tidak merubah paradigmamu.
Guru Matematika:
Paradigma seperti apa sehingga saya mampu melayani siswa-siswaku mempelajari matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
Hijrahlah, berubahlah, bergeraklah.
Ubahlah paradigmamu:
-dari transer of knowledge menjadi to facilitate
-dari directed-teaching menjadi less directed-teaching
-dari menekankan kepada teaching menjadi menekankan kepada learning
-dari metode tunggal menjadi metode jamak
-dari metode yang monoton menjadi metode yang dinamis dan fleksibel
-dari textbook oriented menjadi problem-based oriented
-dari UNAS oriented menjadi process-product oriented
-dari cepat dan tergesa-gesa menjadi sabar dan menunggu
-dari mewajibkan menjadi menyadarkan
-dari tanya jawab menjadi komunikasi dan interaksi
-dari otoriter menjadi demokrasi
-dari penyelesaian tunggal menjadi open-ended
-dari ceramah menjadi diskusi
-dari klasikal menjadi klasikal, kelompok besar, kelompok kecil dan individual
-dari guru sebagai aktor menjadi siswa sebagai aktor
-dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa
-dari mencetak menjadi menembangkan
-dari guru menanamkan konsep menjadi siswa membangun atau menemukan konsep
-dari motivasi eksternal menjadi motivasi internal
-dari siswa mendengarkan menjadi siswa berbicara
-dari siswa duduk dan menunggu menjadi siswa beraktivitas
-dari siswa pasif menjadi siswa aktif
-dari kapur dan papan tulis saja menjadi media dan alat peraga
-dari abstrak menjadi kongkrit
-dari inisiatif guru menjadi inisiatif siswa
-dari contoh oleh guru menjadi contoh oleh siswa
-dari penjelasan oleh guru menjadi penjelasan oleh siswa
-dari kesimpulan oleh guru menjadi kesimpulan oleh siswa
-dari konvensional menuju teknologi
-dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari tahu
-dari hasil yang tunggal menjadi hasil yang plural
Guru Matematika:
Subhanallah ...ya Allah ya Rab ampunilah segala dosa-dosaku. Baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian, secara kongkrit, bagaimanakah aku dapat melayani kebutuhan belajar siswa-siswaku yang banyak itu.
Orang Tua Berambut Putih:
Selama ini mengajarmu berpola atau berprinsip: "untuk siswa-siswa yang bermacam-macam kemampuan, engkau hanya mengajarinya matematika yang sama, dalam waktu yang sama, dengan tugas yang sama, dengan metode mengajar yang sama, dan mengharapka hasil yang sama, yaitu hasil yang sama dengan apa yang engkau pikirkan". Itulah sebenar-benar metode mengajar Tradisional yang tidak mampu lagi dipertahankan. Berubah dan berubahlah segera...
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian akau harus mengubah pola mengajarku yang bagaimana?
Orang Tua Berambut Putih:
Jika engkau menginginkan mampu menerapkan metode pembelajaran inovatif, maka terapkanlah prinsip:"untuk siswa yang berbeda-beda, seyogyanya mempelajari matematika yang berbeda dan bermacam-macam, walau memerlukan waktu yang berbeda-beda, tetapi dengan metode yang berbeda-beda pula, alat yang berbeda-beda pula, serta hasil yang boleh berbeda, yaitu boleh berbeda dengan apa yang engkau pikirkan"
Guru Matematika:
Subhanallah ...baru kali ini aku menyadarinya.
Apakah yang dimaksud teknologi atau alat agar aku mampu melayani kebutuhan siswa belajar matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
LKS sementara ini dianggap sebagai teknologi atau alat yang sangat strategis. Namun jangan salah paham, LKS bukanlah sekedar kumpulan soal, melainkan LKS adalah wahana bagi siswa untuk beraktivitas untuk menemukan ilmu atau menemukan rumus matematikanya. Maka seorang guru harus menembangkan sendiri LKS nya. Tiadalah orang lain mengetahui kebutuhan guru ybs. Maka tidaklah bisa mengadakan LKS hanya dengan cara membeli. Itu betul-betul salah dan tidak proesional.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kenapa musti siswa harus belajar dengan berdiskusi dalam kelompoknya.
Orang Tua Berambut Putih:
Hakekat ilmu itu diperoleh dengan cara berinteraksi antara obyektif dan subyektif, antara teori dan praktek, antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, ..dst. Maka diskusi kelompok itu sebenarnya adalah sunatullah.
Guru Matematika:
Subahanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Terimakasih orang tua berambut putih.
Ya Allah ya Robbi, ampunilah segala dosa dan kesombonganku selama ini, yang telah mengabaikan betapa pentingnya aspek psikologis belajar matematika itu, yang telah meremehkan kemandirian siswa, yang telah serampangan dan hantem kromo terhadap perlakuan pedagogis belajar matematika, yang telah merasa cukup dan puas terhadap ilmu dan pengetahuanku selama ini.
Permohonan ampunku yang terus menerus kiranya belum cukup untuk menghapus dosa-dosaku.
Ya Allah ya Rab semoga Engkau masih bersedia melindungi dan meridai pekerjaan-pekerjaanku.
Amin
Guru Matematika:
Wahai muridku, engkau kelihatan berbeda dan kelihatan cerdas. Sekiranya aku ditugaskan untuk menjadi Guru Matematika di kelasmu maka apakah permintaan-permintaanmu kepadaku?
Murid:
Aku menginginkan agar pelajaran matematika itu menyenangkan bagi diriku, memberi semangat kepadaku, dan bermanfaat bagiku.
Aku juga ingin bahwa pelajaran matematika itu mudah aku pelajari.
Aku harap engkau juga menghargai pengetahuan-pengetahuan yang sudah aku miliki.
Aku ingin juga bahwa pelajaran matematika itu mempunyai keindahan, sesuai dengan norma dan nilai agama.
Aku mohon agar aku diberi kesempatan untuk berdoa sebelum pelajaran matematika itu dimulai.
Aku ingin agar persoalanku sehari-hari dapat digunakan dalam belajar matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa rasa senang itu juga milikku, walaupun engkau juga berhak mempunyai rasa senang.
Tetapi menurutku, rasa senang itu tidaklah engkau berikan kepadaku, melainkan harus muncul dari dalam diriku sendiri.
Engkau tidaklah bisa memaksa diriku menyenangi matematika, kecuali hanya dengan keikhlasanku.
Aku juga ingin engkau agar memberi kesempatan kepada diriku agar aku bisa mempersiapkan psikologis diriku dalam mengikuti pelajaran matematika.
Ketahuilah wahai guruku, bahwa diriku dan diri teman-temanku semua itulah yang sebenar-benarnya melakukan persiapan.
Itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai Apersepsi.
Maka berilah kami semua tanpa kecuali untuk melakukan kegiatan-kegiatan agar kami bisa melaukan Apersepsi, dan tidak hanya engkau ceramahi atau engkau hanya bertanya kepada sedikit siswamu yang duduk di depan.
Aku juga berharap agar pelajaran matematika itu engkau persiapakan sebaik-baiknya agar aku dapat melakukan berbagai aktivitas di kelas.
Aku juga memohon agar engkau bersikap adil, tidak pilih kasih. Jika nilaiku jelek, janganlah engkau remehkan diriku, tetapi jika nilaiku terbaik maka janganlah terlalu disanjung-sanjung.
Menurutku, belajar matematika itu adalah hak dari setiap murid-muridmu di kelas. Oleh karena itu mohon agar perhatianmu jangan hanya yang duduk di bagian depan saja, melainkan harus meliputi semuanya.
Aku juga memohon agar engkau tidak bersikap otoriter. Tetapi aku mohon agar engkau dapat bersikap demokratis.
Oleh karena itu, aku mohon agar engkau jangan terlalu banyak bicara apalagi terkesan menggurui.
Berikanlah kami beraneka ragam aktivitas matematika.
Karena jika engkau terlalu banyak bercerita dan mengguruiku maka sebenar-benar diriku merasa tersinggung dan kasihan terhadap dirimu karena engkau terkesan sombong.
Aku juga mohon agar engkau tidak hanya bercerita, tetapi hendaknya memberikanku kesempatan untuk beraktivitas.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat atau menyiapkan LKS agar aku bisa berlatih di situ, sekaligus aku akan mempunyai catatan dan informasi-informasi.
Aku mohon agar LKS yang engkau siapkan bukan sekedar kumpulan soal, melainkan dapat menjadi sarana bagiku untuk belajar mandiri maupun kelompok.
Kata Pamanku, LKS merupakan sarana yang sangat strategis bagi guru agar mampu melayani kebutuhan belajar matematika siswa-siswanya yang beraneka ragam kemampuan.
Aku mohon juga agar engkau jangan menilai aku hanya dari test saja, tetapi tolonglah agar penilaianmu terhadap diriku itu bersifat komprehensif, lengkap meliputi proses kegiatanku dan juga hasil-hasilku.
Aku juga menginginkan dapat menampilkan karya-karyaku.
Aku sungguh merasa jemu jika engkau hanya menggunakan metode ceramah saja.
Wahai guruku, seberapakah engkau menyadari betapa kecewanya murid-muridmu ketika sudah engkau minta untuk unjuk jari bertanya, tetapi engkau hanya menunjuk satu saja diantara kami. Padahal hal itu engkau lakukan setiap hari dan dari waktu ke waktu. Menurut Pamanku, ini disebabkan karena pengelolaan kelas yang belum bagus.
Aku dan teman-temanku juga merasa tidak begitu nyaman, jika engkau selalu bertanya dengan kalimat panjang dan kalimat terbuka, kemudian menyuruhku untuk menjawab secara koor/choir. Seakan-akan engkau telah memperlakukan diriku hanya sebagai obyek pelengkap kalimat-kalimatmu. Sungguh guru hal yang demikian telah membuat diriku telah tidak berdaya dihadapanmu. Lagi-lagi menurut Pamanku, metode mengajar yang demikian perlu segera diubah.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau menggunakan berbagai variasi metode mengajar, variasi penilaian, variasi pemanfaatan sumber belajar.
Aku juga menginginkan agar engkau mampu menggunakan teknologi canggih seperti website dalam pembelajaranmu. Kenapa guru, aku belajar matematika musti menunggu hari Selasa, padahal pada hari Selasa yang telah aku tunggu-tunggu terkadang engkau tidak dapat mengajar dikarenakan mendapat tugas yang lebih penting. Aku sangat kecewa akan hal ini.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat Website yang memungkinkan aku belajar matematika setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung dengan keberadaanmu. Aku juga ingin bertanya persoalan matematika kepadamu setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung keberadaanmu. Menurut Pamanku, itu semua bisa dilayani jika engkau membuatkan Wbsite atau Blog untuk murid-muridmu.
Aku ingin engkau menunjukkiku di mana sumber-sumber belajar matematika yang baik.
Aku juga akan merasa bangga jika engkau sebagai guruku mampu membuat modul-modul pembelajaran, apalagi jika engkau dapat pula membuat buku-buku teks pelajaran matematika untukku.
Aku juga menginginkan engkau dapat memberi kesempatan kepadaku untuk memperoleh keterampilan matematika.
Aku ingin agar matematikaku bermanfaat tidak hanya untuk diriku tetapi juga untuk orang lain.
Aku juga menginginkan masih tetap bisa berkonsultasi denganmu di luar jam pelajaran.
Pak Guru, aku ingin sekali tempo juga belajar di luar kelas. Kelihatannya belajar diluar kelas udaranya lebih segar dan menyenangkan.
Tiadalah seseorang di muka bumi ini selain diriku sama dengan diriku. Oleh karena itu dalam pelajaran matematika itu nanti aku berharap agar engkau dapat mengenalku dan mengerti siapa diriku.
Tetapi aku juga mengetahui bahwa diri yang lain juga saling berbeda satu dengan yang lain.
Maka sesungguh-sungguhnya dirimu sebagai guru akan menghadapi murid-muridmu sebanyak empat puluh ini, juga sebanyak empat puluh macam yang berbeda-beda.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau jangan hanya menggunakan metode tunggal dalam mengajarmu, supaya engkau dapat membantu belajarku.
Menurutku, untuk melayani sebanyak empat puluh siswa-siswa yang berbeda-beda ini, maka tidaklah bisa kalau engkau hanya menggunakan metode mengajar tradisional atau ceramah.
Menurut bacaan di internet dan menurut Pamanku, maka untuk dapat melayani siswa-siswamu yang beraneka ragam, maka engkau perlu mengembangkan RPP yang flesibel, perlu membuat LKS dan yang penting lagi adalah engkau sebagai guruku harus mempercayai bahwa jika diberi kesempatan maka muridmu ini mampu mempelajari matematika.
Itulah yang aku ketahui bahwa engkau harus lebih berpihak kepada kami.
Keberpihakan engkau kepada kami itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai student centered.
Mohon agar engkau lebih sabar menunggu sampai aku bisa mengerjakan matematika. Usahakanlah agar matematika itu menjadi miliku, maka janganlah aku hanya diberi kesempatan untuk melihat atau menonton saja.
Yang betul-betul perlu belajar matematika itu adalah diriku.
Aku ingin betul-betul belajar dan melakukan kegiatan belajar dan tidak hanya menonton engkau yang mengerjakan matematika.
Maka jikalau engkau mempunyai alat peraga, maka biarkan aku dapat menggunakannya dan jangan hanya engkau taruh di depan saja.
Aku bahkan dapat mempelajari matematika lebih efektif jika belajar bersama-sama dengan teman-temanku.
Oleh karena itu wahai guruku, maka dalam pelajaran matematika itu nanti berikan kami kesempatan untuk belajar bersama-sama dalam kelompok.
Tetapi jika engkau telah menyuruhku belajar dalam kelompok, maka berikanlah aku waktu yang cukup untuk berdiskusi dan janganlah engkau terlalu banyak memberikan petunjuk dan ceramah lagi ketika aku sedang bekerja dalam kelompok.
Karena hal demikian sangat mengganggu konsentrasiku dan terkesan engkau menjadi kurang menghargai kepada murid-muridmu.
Aku juga mohon agar engkau memberikan kesempatan kepada diriku untuk membangun konsepku dan pengertianku sendiri.
Wahai guruku, ketahuilah bahwa aku juga ingin menunjukkan kepada teman-temanku bahwa aku juga dapat menarik kesimpulan dari tugas-tugasmu mengerjakan matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa kesimpulan-kesimpulan dari tugas-tugasmu itu sebenarnya adalah milikku.
Oleh karena itu janganlah engkau sendiri yang menyimpulkan tetapi berikan kesempatan kepadaku agar aku juga bisa menemukan rumus-rumus matematika.
Rumus yang aku temukan sendiri itu sebenar-benarnya akan bersifat lebih awet dan langgeng dari pada hal demikian hanya sekedar pemberianmu.
Maka jika aku sudah susah-susah melakukan kegiatan kearah menemukan rumus, sementara pada akhirnya malah engkau yang menyimpulkan, maka sebetulnya aku menjadi marah kepadamu.
Janganlah engkau membuat pesan ganda kepada diriku. Janganlah engkau memberi hukuman kepadaku dengan menyuruh aku untuk mengerjakan sebanyak-banyak soal. Karena bagiku, hukuman adalah jelek sedangkan mengerjakan soal adalah baik.
Jangan pula engkau pura-pura memberi soal yang sangat sulit kepadaku padahal engkau sesungguhnya bermaksud untuk menghukumku.
Aku memohon agar engkau mempercayaiku. Kepercayaanmu kepadaku itu merupakan kekuatan bagiku untuk memperoleh pengetahuanku. Tolong sekali lagi tolong, percayailah diriku, bahwa jika aku diberi kesempatan maka insyaAllah aku bisa.
Aku akan bangga jika guruku suatu ketika dapat muncul di kegiatan seminar baik secara nasional maupun internasinal. Wahai guruku, gunakanlah data-dataku, hasil-hasilku, dan proses belajarku sebagai data penelitianmu. Menurut Pamanku, jika engkau mampu menggunakan data-data dikelas mengajarmu, maka engkau akan menghasilkan karya ilmiah setiap tahunnya.
Wahai guruku, aku juga bangga dan ingin membaca karya-karya ilmiahmu. Setidaknya hal demikian juga akan memotivasi diriku.
Wahai guruku yang baik hati, aku merasa dari waktu ke waktu terdapat perubahan dalam diriku. Aku juga melakukan percobaan atau eksperimen mencari cara belajar yang baik. Kelihatannya aku belum menemukan cara belajar yang terbaik bagi diriku. Tetapi aku dapat menyimpulkan bahwa cara belajarku haruslah dinamis, fleksibel, dan kreatif menyesuaikan dengan kompetensi yang harus aku kuasai. Oleh karena itu sungguh aneh jika engkau guruku hanya mengajar diriku dengan metode yang sama dari waktu ke waktu.
Permintaan terakhirku adalah apakah bisa engkau Guruku, untuk kami yang beraneka ragam, berilah kesempatan untuk mempelajari matematika yang beraneka ragam pula, dengan alat peraga atau fasilitas yang beraneka ragam pula, dengan buku matematika yang beraneka ragam pula, dengan kompetensi yang beraneka ragam pula, dengan waktu yang beraneka ragam pula, walaupun kami semua ada dalam satu kelas, yaitu kelas pembelajaran matematika yang akan engkau selenggarakan.
Demikian guru permohonanku, saya minta maaf atas banyaknya permintaanku karena sesungguhnya permintaanku itu telah aku kumpulkan dalam jangka waktu yang lama. Sampai aku menunggu ada seorang guru yang bersifat terbuka untuk menerima permohonan dan saran dari muridnya.
Sekali lagi mohon maaf guruku. Mohon doa restunya. Amin
Guru Matematika:
Astagfirullah al adzimu....ya Allah ya Robi ampunilah segala dosa-dosaku.
Wahai muridku, aku tidak bisa berkata apapun dan aku merasa terharu mendengar semua permintaanmu itu.
Mulutku seakan terkunci mendengar semua permintaan dan penuturanmu itu.
Tubuhku tergetar dan keringat dingin membasahi tubuhku.
Aku tidak mengira bahwa diantara murid-muridku ada murid yang secerdas kamu.
Aku tidak mengira bahwa jika aku beri kesempatan dan aku beri sarana penyambung lidah bagi suara hati nuranimu, maka ternyata harapan-harapanmu, permintaan-permintaanmu, dan pikiran-pikiranmu bisa melebihi dan di luar apa yang aku pikirkan dewasa ini.
Setelah mendengar semua permintaanmu, aku menjadi tahu betapa tidak mudah menjadi Guru Matematika bagimu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menjadi ragu tentang kepastianku.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasa malu dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasakan betapa diriku itu bersifat sangat
egois.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa aku telah berbuat sombong dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa malas diriku itu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat tidak adil terhadapmu.
Selama ini aku telah berbuat aniaya terhadap dirimu karena aku telah selalu menutupi sifat-sifatmu, aku selalu menutupi potensi-potensimu, aku selalu mendominasi inisiatifmu, aku selalu menimpakan kesalahan pada dirimu, dan
sebaliknya aku selalu menutupi kesalahanku.
Selama ini aku telah berpura-pura menjadi manusia setengah dewa dihadapanmu.
Dihadapanmu, aku telah menampilkan diriku sebagai manusia sempurna yang tiada cacat, serba bisa, serba unggul, serba hebat, tiada gagal, wajib digugu, dan wajib ditiru.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat munafik di depanmu, karena aku selalu menyembunyikan keburukan-keburukanku sementara aku menuntumu untuk menunjukkan kebaikan-kebaikanmu.
Oh muridku hanyalah tetesan air mataku saja yang telah mengalir merenungi menyadarai bahwa KERAGUANKU terhadap praktek pembelajaran matematika ternyata benar adanya.
Ternyata yang aku lakukan selama ini lebih banyak mendholimi murid-muridku.
Wahai orang tua berambut putih salahkan jika aku berusaha membimbing murid-muridku?
Orang Tua Berambut Putih:
Ketahuilah wahai guru, jikalau engkau renungkan, maka hakekat membimbing adalah memberdayakan siswa. Sudahkah kegiatan membimbingmu memberdayakan siswa? Saya khawatir jangan-jangan niatmu membimbing, tetapi yang terjadi sebetulnya justeru membuat siswamu tidak berdaya.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Orang tua berambut putih, salahkan jika aku mewajibkan murid-muridku untuk belajar giat?
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat belajar itu adalah kebutuhan dan kesadaran siswa, dan bukanlah kewajiban dan perintah-perintahmu. Saya khawatir jangan-jangan dibalik kegiatanmu mewajib-wajibkan dan perintah-perintah kepada siswamu itu, sebetulnya terselip sifat egoismu.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika aku mengajar dengan cepat dan tergesa-gesa untuk memberi bekal sebanyak-banyaknya kepada siswa. Apalagi beban kurikulum yang banyak sementara waktunya terbatas.
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat pendidikan itu adalah kegiatan jangka panjang. Cepat dan tergesa-gesa itu artinya tidak teliti dan memaksa. Maka tiadalah gunanya engkau dipundakmu membawa segunung pengetahuanmu untuk engkau tuangkan kepada siswamu sementara siswa-siswamu meninggalkan dirimu. Sebaliknya jika siswamu telah berdaya, merasa senang, menyadari dan memerlukan mempelajari matematika, maka sedikit saja engkau memberinya, maka mereka akan meminta dan mencari yang lebih banyak lagi.
Guru Matematika:
Subhanallah....baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika saya menggunakan metode tunggal saja yaitu metode ekspositori?
Orang Tua Berambut Putih:
Metode ekspositori atau ceramah itu metode yang sudah kadaluwarsa, tidak mampu lagi melayani kebutuhan siswa dalam belajarnya. Metode ekspositori selalu sajalah merupakan siklus dari kegiatan: menerangkan, memberi contoh, memberi soal, memberi tugas, dan menerangkan kembali, demikian seterusnya. Selamanya ya seperti itu. Itu hanya cocok jika paradigma mengajarmu adalah paradigma lama yaitu trasfer of learning. Jaman sekarang dan kecenderungan internasional, metode yang dikembangkan adalah multi metode, yaitu metode yang bervariasi, dinamis dan fleksibel.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian bagaimanakah caranya aku melayani kebutuhan siswa-siswaku mempelajari dan menemukan sendiri matematikanya? Sementara murid-muridku itu jumlahnya banyak dan kemampuannya berbeda-beda pula?
Orang Tua Berambut Putih:
Tidaklah mungkin engkau mampu melayani kebutuhan belajar murid-muridmu, jika engkau tidak merubah paradigmamu.
Guru Matematika:
Paradigma seperti apa sehingga saya mampu melayani siswa-siswaku mempelajari matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
Hijrahlah, berubahlah, bergeraklah.
Ubahlah paradigmamu:
-dari transer of knowledge menjadi to facilitate
-dari directed-teaching menjadi less directed-teaching
-dari menekankan kepada teaching menjadi menekankan kepada learning
-dari metode tunggal menjadi metode jamak
-dari metode yang monoton menjadi metode yang dinamis dan fleksibel
-dari textbook oriented menjadi problem-based oriented
-dari UNAS oriented menjadi process-product oriented
-dari cepat dan tergesa-gesa menjadi sabar dan menunggu
-dari mewajibkan menjadi menyadarkan
-dari tanya jawab menjadi komunikasi dan interaksi
-dari otoriter menjadi demokrasi
-dari penyelesaian tunggal menjadi open-ended
-dari ceramah menjadi diskusi
-dari klasikal menjadi klasikal, kelompok besar, kelompok kecil dan individual
-dari guru sebagai aktor menjadi siswa sebagai aktor
-dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa
-dari mencetak menjadi menembangkan
-dari guru menanamkan konsep menjadi siswa membangun atau menemukan konsep
-dari motivasi eksternal menjadi motivasi internal
-dari siswa mendengarkan menjadi siswa berbicara
-dari siswa duduk dan menunggu menjadi siswa beraktivitas
-dari siswa pasif menjadi siswa aktif
-dari kapur dan papan tulis saja menjadi media dan alat peraga
-dari abstrak menjadi kongkrit
-dari inisiatif guru menjadi inisiatif siswa
-dari contoh oleh guru menjadi contoh oleh siswa
-dari penjelasan oleh guru menjadi penjelasan oleh siswa
-dari kesimpulan oleh guru menjadi kesimpulan oleh siswa
-dari konvensional menuju teknologi
-dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari tahu
-dari hasil yang tunggal menjadi hasil yang plural
Guru Matematika:
Subhanallah ...ya Allah ya Rab ampunilah segala dosa-dosaku. Baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian, secara kongkrit, bagaimanakah aku dapat melayani kebutuhan belajar siswa-siswaku yang banyak itu.
Orang Tua Berambut Putih:
Selama ini mengajarmu berpola atau berprinsip: "untuk siswa-siswa yang bermacam-macam kemampuan, engkau hanya mengajarinya matematika yang sama, dalam waktu yang sama, dengan tugas yang sama, dengan metode mengajar yang sama, dan mengharapka hasil yang sama, yaitu hasil yang sama dengan apa yang engkau pikirkan". Itulah sebenar-benar metode mengajar Tradisional yang tidak mampu lagi dipertahankan. Berubah dan berubahlah segera...
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian akau harus mengubah pola mengajarku yang bagaimana?
Orang Tua Berambut Putih:
Jika engkau menginginkan mampu menerapkan metode pembelajaran inovatif, maka terapkanlah prinsip:"untuk siswa yang berbeda-beda, seyogyanya mempelajari matematika yang berbeda dan bermacam-macam, walau memerlukan waktu yang berbeda-beda, tetapi dengan metode yang berbeda-beda pula, alat yang berbeda-beda pula, serta hasil yang boleh berbeda, yaitu boleh berbeda dengan apa yang engkau pikirkan"
Guru Matematika:
Subhanallah ...baru kali ini aku menyadarinya.
Apakah yang dimaksud teknologi atau alat agar aku mampu melayani kebutuhan siswa belajar matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
LKS sementara ini dianggap sebagai teknologi atau alat yang sangat strategis. Namun jangan salah paham, LKS bukanlah sekedar kumpulan soal, melainkan LKS adalah wahana bagi siswa untuk beraktivitas untuk menemukan ilmu atau menemukan rumus matematikanya. Maka seorang guru harus menembangkan sendiri LKS nya. Tiadalah orang lain mengetahui kebutuhan guru ybs. Maka tidaklah bisa mengadakan LKS hanya dengan cara membeli. Itu betul-betul salah dan tidak proesional.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kenapa musti siswa harus belajar dengan berdiskusi dalam kelompoknya.
Orang Tua Berambut Putih:
Hakekat ilmu itu diperoleh dengan cara berinteraksi antara obyektif dan subyektif, antara teori dan praktek, antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, ..dst. Maka diskusi kelompok itu sebenarnya adalah sunatullah.
Guru Matematika:
Subahanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Terimakasih orang tua berambut putih.
Ya Allah ya Robbi, ampunilah segala dosa dan kesombonganku selama ini, yang telah mengabaikan betapa pentingnya aspek psikologis belajar matematika itu, yang telah meremehkan kemandirian siswa, yang telah serampangan dan hantem kromo terhadap perlakuan pedagogis belajar matematika, yang telah merasa cukup dan puas terhadap ilmu dan pengetahuanku selama ini.
Permohonan ampunku yang terus menerus kiranya belum cukup untuk menghapus dosa-dosaku.
Ya Allah ya Rab semoga Engkau masih bersedia melindungi dan meridai pekerjaan-pekerjaanku.
Amin
Terlepas dari landasan
normatifnya, maka harapan pedagogik terhadap Kurikulum 2013 adalah agar mampu
mengembangkan pembelajaran yang mendorong berpikir kritis dan kreatif maka
terdapat beberapa asumsi dasar yang harus dipahami. Pertama, dipandang
secara lebih manusiawi antara lain dapat dianggap sebagai bahasa, kreativitas
manusia. Pendapat pribadi sangat dihargai dan ditekankan. Siswa mempunyai
hak individu untuk melindungi dan mengembangkan diri dan pengalamannya sesuai
dengan potensinya. Kemampuan mengerjakan soal-soal adalah bersifat
individu. Kedua, teori belajar berdasar pada anggapan bahwa setiap siswa
berbeda antara satu dengan lainnya dalam penguasaan . Siswa dianggap mempunyai
kesiapan mental dan kemampuan yang berbeda-beda dalam mempelajari . Oleh karena
itu setiap individu memerlukan kesempatan, perlakuan, dan fasilitas yang
berbeda-beda dalam mempelajari .
Sumber Dari: http://staff.uny.ac.id/